Selasa, 23 Agustus 2011

Selamat Tinggal Ramadhan 1432 H!


TIDAK terasa, hari ini kita akan segera memasuki bulan Syawal dan meninggalkan Ramadhan, setelah sebulan penuh kita berada dalam “kawah candradimuka” Ramadhan, melaksanakan ibadah shiyam sebulan penuh dalam training centre-Nya. Taqabbalallah minna wa minkum, selamat ‘Idul Fitri, mohon maaf lahir batin. Selamat datang kembali di hari-hari penuh tantangan sekaligus perjuangan.

Namun demikian, saya ingatkan agar kita tidak larut dalam kegembiraan hari raya. Karena setelah ini kita harus melakukan instrospeksi. Kita evaluasi total, adakah target Ramadhan kita tahun ini telah tercapai? Seberapa besar perolehan nilai-nilai ketaqwaan yang berhasil kita raih? Sejauh mana rangkaian ibadah Ramadhan yang baru saja kita jalani telah mengubah diri kita menjadi sosok pribadi baru yang fitri? Seberapa besar pengaruh tarbiyah Ramadhan terhadap perubahan sikap dan perilaku kita? Seberapa besar potensi fitri yang selama ini tersembunyi berhasil kita angkat ke permukaan?

Shaum Syawal
Bagi yang belum menjalankan puasa sunnah bulan Syawal, saya anjurkan untuk segera melaksanakannya secara sempurna, enam hari. Jangan menunda-nunda pelaksanaannya, karena tanpa kita sadari juga, bulan Syawal juga segera akan meninggalkan kita. Puasa enam hari bulan Syawal, selain pahalanya sebanding dengan puasa selama setahun penuh, juga menjadi penyempurna puasa Ramadhan.Rasulullah bersabda:

"Barangsiapa berpuasa Ramadhan (penuh) lalu diikuti dengan berpuasa enam hari dalam bulan syawal, maka dia seperti berpuasa seumur hidup." (Riwayat. Muslim)

Saya yakin, kita pasti telah menjalankan ibadah Ramadhan sebulan penuh, kecuali yang terkena udzur. Akan tetapi saya tetap yakin bahwa kesempurnaan ibadah kita itu masih jauh dari yang seharusnya. Masih terdapat lubang di sana-sini. Masih terdapat berbagai kesalahan dan kelemahan. Untuk itu, puasa enam hari di bulan Syawal merupakan penyempurna ibadah Ramadhan kita.

Mengapa puasa enam hari di bulan syawal itu penting? Bagi kita, kebutuhan untuk menjalankan ibadah tidak sekadar mencari pahala. Lebih penting dari itu ia adalah upaya muqarabatullah (mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala). Muqarabah itu dapat dilakukan dengan menjalankan ibadah-ibadah sunnah, di samping yang wajib. Salah satu ibadah sunnah yang efektif sebagai sarana muqarabah adalah puasa sunnah. Di antara puasa sunnah yang mu’akkad adalah puasa enam hari bulan syawal. Dalam keadaan berpuasa kita menjadi lebih dekat, dan Allah memang mendekat kepada kita.

Dalam muqarabah itu, kegiatan penting yang harus kita lakukan adalah melakukan refleksi atau perenungan. Untuk melakukan perenungan memang tidak harus menyediakan waktu khusus. Bisa jadi di sela-sela kesibukan, kita bisa melakukan refleksi. Akan tetapi dengan menyediakan waktu yang khusus, disertai dengan penyuasanaan lingkungan yang mendukung dan kesiapan fisik dan mental yang matang, maka perenungan itu menjadi lebih mudah dan lebih berdayaguna. Dalam suasana yang hingar bingar sulit bagi kita untuk melakukan refleksi, kecuali oleh mereka yang sudah terbiasa,.

Puasa merupakan penyuasanaan yang paling terasa nilainya. Orang yang sedang berpuasa pasti mengalami suasana fisik dan batin yang berbeda. Inilah penyuasanaan yang ekstrim, yang menjadikan pelakunya langsung merasakannya. Dalam keadaan seperti ini, refleksi lebih mudah dilakukan.

Jaga, Jaga dan Jaga Terus!
Selain puasa enam hari, yang perlu dilakukan adalah menjaga dan meningkatkan apa yang telah kita peroleh selama Ramadhan. Bila pada bulan Ramadhan kita lebih rajin beribadah, maka di bulan Syawal dan bulan-bulan berikutnya, hal itu harus tetap kita jaga, kita rawat, dan kita teruskan. Jangan sampai kebiasaan beribadah hanya terjadi pada bulan Ramadhan, sementara di bulan-bulan lain kita kembali malas beribadah.

Jika pada bulan Ramadhan kita telah berhasil mengendalikan hawa nafsu, maka di bulan-bulan yang lain kita harus tetap bisa mengendalikannya. Jangan sampai nafsu kembali menguasai dan menjadi komandan pada diri kita. Nafsu memang akan tetap ada, tapi ia harus tetap dalam kendali akal fikiran dan hati nurani. Jangan sebaliknya, akal pikiran dan hati nurani kita justru dikendalikan oleh hawa nasfu. Supremasi akal budi dan hati nurani atas nafsu dalam diri dan masyarakat Muslim harus dijaga, dirawat, dan dipelihara. Akhirnya, selamat berjuang. Selamat menghadapi dunia penuh tantangan.*/Abdurahman Muhammad

Red: Cholis Akbar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar